Monday, December 16, 2013

Sertifikasi Dosen 2013, Uber Fail!

Saya menulis ini karena gagalnya saya lulus di sertifikasi dosen 2013 karena deskripsi diri saya tidak konsisten. Ternyata maksud tidak konsisten disini, saya terindikasi melakukan plagiasi terhadap karya deskripsi diri senior saya yang sudah lulus sebelumnya. Okay, its double hurt! 

Hasil Serdos saya :'(



Dibalik semua ketidaklulusan saya, agak banyak ga bisa nerima yeh, secara dalam proses penyusunan (menurut beberapa teman saya sesama peserta) saya paling cepat faham sistem, nilai tpa saya lumayan, nilai TOEP sy juga lumayan, dan saya sudah memiliki jurnal terakreditasi. Pede pasti. 

Di lain pihak penyusunan Deskripsi Diri juga pede abis, karena saya sudah bikin jauh-jauh hari (Januari 2013), karena semua dosen saya yang ikut ke dosen berprestasi di kampus saya. Jadi ketika buku panduan serdos muncul, saya langsung melakukan penyesuaian yang mana saya juga meminya bantuan senior yang sudah lulus untuk mericek DD saya, termasuk Ibu Arina Novilla yang banyak membantu mereview deskripsi diri saya.
Katanya saya ga lulus karena plagiat (Pengmasnya sama padahal, karena emang seprodi!)

Dan yeah kembali ke awal, saya tidak lulus. Karena plagiat (ada kemiripan dengan DD Ibu Arina Novilla. Yang kemudian saya telaah, ada di bagian pengmas, penelitian, jurnal, karena saya pernah satu tim penelitian, membuat jurnal bersama, dan prodi kami selalu melakukan pengmas bersama. 

Dibalik semua ketidaklulusan saya yang menurut saya tragis (dramaqueen mode on), saya baru menyadari Indonesia tuh menyukai banget sama hal-hal yang bersifat permukaan. Dan lebih senang sama kalimat bagus di mulut, tanpa ingin melihat konten dan sebagainya. Ya gapapa sih, kalo konteksnya: seneng artis A yang cantik parah, padahal kelakuannya lebih parah (what an analogy), tapi kalau konteks nasib-nasiban agak ga lucu sih ya.
Kpop Fans perang juga, padahal mereka sama doyan KPOP = melihat satu hal dengan cara yang beda (mykoreanhusband.com)


1. Sistem Serdos yang labil (mirip ABG)
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap penyusun sistem serdos yang ekspert di bidangnya, hanya yang saya rasakan peraturan serdos sangat labil dan tidak bisa dipegang omongannya. Kenapa?

Yang baru di SERDOS 2013



   Pada berbondong-bondonglah kita ikut tes toefl dan tpa.

Dan muncul ini

Musti ujian lagi TPA dan TOEP


Ujian lagi deh, ga masalah ya, secara mau ujian berkali-kali juga, kalo emang kita kompeten mah ya hayu aja.
Boleh dong drama, waktu itu saya mencret parah sampe waktu mau ujian stress krn takut di tengah ujian ga bisa nahan. Tapi syukur, dengan bantuan obat dan doa kedua orang tua saya akhirnya bisa lancar ujiannya.
Pas mau ujian, saya ketenu temen yang make gelang rumah sakit, ternyata sorenya baru melahirkan, haduuuh, hebat. Ujiannya tiga, ujian hidup sama ujian toep sama tpa.

 Jadi kami ikut, toep sama tpa di UPT ITB, katanya TOEP dulu, kita nunggu sampai berjam-jam untuk bisa konek ke sistem. Udah dua jam menunggu (jam 10) akhirnya kata panitia masuk aja tes tpa, selesai tpa, kita mau ujian toep lagi, masuk sistem susah lagi dan akhirnya masuk ke sistem toep jam setengah 1. Waktu ngisi, obat mencret saya yg dikasih sam dokter super hardcore Dosage kayanya, udah mulai bereaksi. Pas ngisi saya ngantuk parah. Dan sempet ga konsen, karena udah beda alam. Kelamaan nunggu kali ya, dan soalnya reading dengan text panjang. Tapi ya emang saya mau ngantuk mau apa juga, toepnya lumayan juga. Ga jelek-jelek amat.
Tapi yang masih banyak disyukuri, beberapa teman lain mengalami masalah waktu pengisian toep sama tpa nya.

Sesudah drama toep dan tpa, munculah pengumuman ini.



Wtf lagi deh. Tapi pas pengumuman hasil, munculah yang semacam ini.
Banyak yang hasilnya kaya gini (mungkin bahasanya ambigu, dengan poin no 2 'Bukan bagian Serdos')



Sampai banyak curhatan teman sesama dosen di Suara Anda serdos.dikti.go.id
Duuuh, labil ya sistem.
 Ya kita bukan bikin excuse karena ga lulus dan sebagainya. 
Pasti ada yang bilang, buktinya banyak yang lulus meski sistem labil.
Maksudnya, untuk perbaikan ke depan. 
Boleh dong saling memperbaiki diri.


2. Indonesia negara yang suka basa-basi.

Kalau ini curhatan pribadi dari lubuk hati yang paling dalam. Setelah saya dinyatakan tidak lulus karena saya katanya 'plagiat' tulisan DD senior saya. Yang setelah ditelaah ternyata di bagian pengabdian masyarakat (yang juga karena projek satu prodi). 
Saya akhirnya mikir Untuk
serdos ini ga perlu deh kita punya TPA atau TOEP bagus, atau jurnal akreditasi, hasil karya ilmiah atau apa dan sebagainya, karena itu sama sekali ga berpengaruh kalau DD kita punya banyak kata yang sama dengan DD orang. Tanpa dilihat dulu, apa sih yang sama nya.
Jadi secara ga bagusnya, komen ini muncul dari saya yang sedang kecewa ini: ngarang aja deh buat deskripsi, yang penting ga mirip sama kata orang lain. Mau kita ngarang penelitiannya, pengabdian masyarakatnya, atau karya ilmiah kita, yang penting jangan lupa, apa yang kita ngarang di DD dicantumkan juga di CV kita. Karena Tidak sama sekali meminta bukti nyata pihak Panitia serdos dikti nya. Sekali lagi, asal DD bermanis-manis, mau yang didalemnya tidak semanis madu di  kenyataannya, gapapa. Yang penting sama kaya CV.

TOEP besar, TPA besar, punya jurnal terakreditasi. Tidak sama sekali dilihat, apabila deskripsi diri kita tidak bagus.

Jadi buat yang mau serdos, bikin kata semahiwal (sepalingbeda) mungkin
Supaya ga terdeteksi sama mesin. Yang akhirnya mau sebagus apapun karya kita di kenyataan sama sekali kita ga bakal diperiksa.

3. Penilaian orang lain terhadap nasib kita

Dari sini juga saya sadar, saya sebagai pendidik sendiri sangat menentukan nasib orang dalam penilaian.
Karena bisa jadi subjektivitas menentukan nasib orang lain.


Misalnya gini, meskipun saya ekspert di bidang A saya bisa menilai bidang B, apalagi soal cerita dan sebagainya. Bisa jadi saya memberi nilai sebaik-baiknya. Pas temen yang ekspert di bidang B, menilai bidang B bisa jadi nilai saya yang menilai  jauh lebih jelek dari saya. Padahal kita menilai hal yang sama. Belum kalo faktor lelah dan sebagainya.
  
Jadi menurut saya, penilaian manusia kadang bisa berbeda dalam suatu hal. In my humble opinion.


4. Positivity

Dari semua ketidaklulusan ini pasti ada sesuatu yang besar. Apalagi ya, Allah sendiri tau semua yang kita tulis itu adalah yang kita lakukan. Jadi kalau ga dapet nilai di mata asesor, inshaaAllah dapat Nilai dari Allah which is bakal jadi berkah ga cuman pas hidup tapi juga bekal di kemudian hari.
Cr (image.google)

Selain itu, pasti karena tidak lulus itu kita pengen memperbaiki diri. Jadi meski sekarang uang sertifikasi yang ga kita dapet sejumlah sekian, kalau kita sekarang memperbaiki diri pasti bakal lebih expert dari yang sekarang dapet serdos tapi dia ga improve sama kesempatan yang diberikan.
Dan rejeki tidak selalu dalam bentuk uang. Mungkin tidak lulus ini justru rejeki terbesar buat seseorang, untuk keutuhan keluarga dan sebagainya.
Ini beberapa cerita sertifikasi guru dari ibu saya: banyak yang menikah lagi gara-gara dapet sertifikasi guru. Ya mungkin ga lulus ini, memang karena memang menghindarkan hal-hal seperti itu. Walahualam.

5. Defence Mechanism

Jadi gini, meski udah positif thinking, nerimo, menghibur diri, mengganti rencana liburan ga ke Korea lagi (tadinya kl dapet uang serdos pengen ke Korea, uh oh niatnya udah asyik gini), tetap saja sebagai seorang yang berakal sehat ingin membuktikan kebenaran atas tuduhan 'plagiasi' dan pengen diberi kesempatan untuk lulus. Karena jujurnya beberapa fakta yang mendukung saya sebagai dosen yang berkualitas sama sekali tidak dilihat. Seperti jurnal, tpa, toefl saya.

Kriminal aja diberi kesempatan untuk dibela, kenapa kami yang jujurnya tidak lulus bukan karena kemampuan kami, tapi karena kesalahfahaman yang mungkin saja diluruskan, karena kami memiliki semua bukti-bukti apa yang kami tulis di Deskripsi Diri, sesuai prinsip pembuatan deskripsi diri 'menuliskan apa yang dikerjakan, bukan yang harus dikerjakan'

Mungkin pihak panitia serdos, bisa 
1. Memberi transparansi mengenai hasil penilaian
Selain memberi keterangan ATDL, tetapi memberi catatan kenapa tidak lulus, khususnya bagi yang tidak lulus di bagian deskripsi diri, karena ini agak subjektif mengingat tanpa mengurangi rasa hormat, setiap asesor memiliki standar masing-masing.

Supaya kami tidak menduga-duga kenapa kami tidak lulus. Saya beruntung ada pihak dari Dikti (Pak Sugiyanto) yang membalas saya di Forum Suara Anda Serdos.dikti.go.id

2. Waktu saya pelatihan asesor di LSP-Telapi
Saya dilatih untuk memberi keterangan kenapa asesi saya tidak lulus. Atau waktu akreditasi prodi, kami prodi secara transparan diperlihatkan hasil penilaian mereka, dan diberi kesempatan untuk memberi defens mengenai penilaian tersebut. 
Kenapa yang sertifikasi dosen tidak bisa?



Ya gitu deh, semoga semua akan baik-baik saja. 
Soalnya jadi cape mikirin yang kaya gini. Kalo ada yang ga adil di dunia, pasti akan mendapatkan balasannya. 

Sekian

2 comments:

  1. asesornya dari mana bu... cuma pengen tahu aja.....

    ReplyDelete
  2. Kurang tau, karena katanya sistem asesor serdos tidak diberitahu karena sudah online (menurut kopertis 4)

    ReplyDelete